Tuesday, April 29, 2008

Dawala atau Petruk

Si Maman anak Garut, pernah cerita kalau Semar punakawan Pandawa, punya tiga anak yaitu yang tertua Cepot (Astrajingga), terus Dawala (Udel) dan terakhir Gareng. Tetapi, Si Tuti anak Yogya mengatakan bahwa anak Semar itu yang tertua Gareng, kemudian Petruk dan yang bungsu Bagong. Mana yang benar? dua-duanya benar... Dalam cerita wayang di Sunda, Anak Semar memang Cepot, Dawala dan Gareng, sedangkan menurut cerita wayang di Jawa Anak Semar adalah Gareng, Petruk dan Bagong. Cepot = Bagong; Petruk = Dawala atau Udel dan Gareng = Gareng. Di Sunda lebih dikenal wayang Golek yang terbuat dari kayu, sedangkan di Jawa lebih dikenal wayang kulit yang terbuat dari kulit kambing atau sapi .

Teman-teman.. cerita wayang sudah lama dikenal di Indonesia. Topik ceritanya memang berasal dari cerita Mahabharata (Karya Vyasa) dan Ramayana (karya Walmiki) dari India, tetapi ceritanya sudah dimodifikasi sesuai budaya di Indonesia. Sebagai contoh, para punakawan Semar, Gareng, Petruk, Bagong tidak dijumpai dalam cerita aslinya dari India, itu khas Indonesia. Wayang kulit pernah digunakan sebagai media untuk menyebar-luaskan ajaran Agama Islam oleh Sunan Kalijaga, karena beliau tahu budaya atau kegemaran masyarakat waktu itu adalah kesenian wayang. Sehingga, dengan pendekatan seperti itu akan memudahkan beliau untuk memasukkan ajaran agama Islam.

Teman-teman.. saat ini kesenian wayang sudah kurang populer lagi. Jarang-jarang lho sekarang ini ada pagelaran wayang kulit. Di samping penggemarnya sedikit karena menontonnya harus tidak tidur semalam suntuk, biaya untuk mempagelarkan wayang kulit juga sangat besar. Mungkin hanya hajatan orang-orang kaya atau perkumpulan-perkumpulan penggemar wayang kulit saja yang mampu. Pertunjukkan wayang orang, beberapa belas atau puluh tahun yang lalu masih bisa digelar setiap hari dengan penonton yang Full House, misalnya pertunjukan Wayang orang Sri Wedari di Solo, Ngesti Pandowo di Semarang, Sri Wandowo di Surabaya, dan lain-lain ... tetapi saat ini mungkin tinggal wayang orang Barata di Jakarta saja yang masih bertahan, itupun hanya pentas seminggu sekali. Mungkin saat ini sudah banyak tontonan lain yang lebih menarik untuk situasi sekarang, misalnya acara TV dan TV kabel, Bioskop, pertunjukan musik, dan lain-lain. Menurut cerita papaku.. dahulu masih ada cerita komik wayang, misalnya karangan RA Kosasih yang digemari anak-anak saat itu. Tetapi anak sekarang termasuk aku.. lebih suka baca Harry potter atau komik Jepang. Oh .. nasibmu kesenian wayang... Salah satu upaya agar kesenian wayang masih bisa dikenang dan diketahui oleh generasi mendatang adalah adanya museum Wayang.

Salah satu museum wayang yang terkenal terletak di Jakarta, tepatnya beralamat di Jalan Pintu Besar Utara No. 27, Jakarta Barat. Museum ini bersebelahan letaknya dengan Museum Fatahillah. Museum wayang memamerkan berbagai jenis dan bentuk wayang dari seluruh Indonesia, maupun dari luar negeri (Cina, Kamboja, India dll.). Jumlah koleksinya lebih dari 5500 koleksi. Jenis koleksi wayang yang dipamerkan meliputi: wayang kulit, wayang golek, wayang beber, wayang krucil, wayang suluh, wayang klithik, wayang suket, si gale-gale, wayang kaca, wayang seng, dan masih banyak lagi yang lain. Sayang sekali tidak boleh mengambil gambar di dalam museum.. Aku hanya sempat berfoto di halaman museum. Bangunan museum wayang ini dahulu (tahun 1640) adalah gereja Belanda lama (De Oude Hollandsche Kerk), kemudian dirubah menjadi gereja Belanda baru (De Nieuwe Hollandsche Kerk) pada 1736 sampa1 1808. Di halaman gereja dimanfaatkan sebagai makam pejabat VOC dan keluarganya, antara lain gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, pendiri Batavia (Jakarta), tetapi makam-makam tersebut telah dipindahkan ke tempat lain, sekarang tinggal prasastinya saja. Setelah mengalami berbagai perubahan karena terkena gempa bumi, bangunan lama dibangun kembali pada tahun 1912, kemudian dijual dan berganti-ganti pemilik. Terakhir Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Indonesia menyerahkan gedung ini kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan ditetapkan sebagai Museum Jakarta sebelum diserahkan ke Pemerintah Daerah DKI. Pada 23 Juni 1968 Pemda DKI menyerahkan pengelolaan gedung ini kepada Dinas Museum dan Sejarah. Setelah dipugar, gedung diresmikan sebagai Museum Wayang oleh Gubernur Ali Sadikin pada 13 Agustus 1975. Teman-teman.... ternyata Gedung Museum Wayang mempunyai sejarah yang panjang ya... Tetapi yang penting isinya atau jenis-jenis wayangnya gitu loh. Kita masih bisa melihat tokoh Bima, Arjuna, Gatotkaca, Kresna, punakawan dan sebagainya, tidak hanya dengar ceritanya saja...

Teman-teman sekian dulu ya ceritaku....

No comments: